![]() |
Zaman sekarang baik itu di
kota-kota besar maupun pedesaan, sudah menjadi sesuatu yang biasa ketika kita
menggunakan jasa perbankan dalam banyak aktifitas yang berhubungan dengan
keuangan. Ada banyak lembaga keuangan yang kita seleksi dan akhirnya harus kita
putuskan sebagai suatu pilihan. Mana lembaga
yang memang benar-benar membuat kita nyaman dalam hal bertransaksi maupun pinjaman
dan penyimpanan uang.
Di Aceh, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) telah diatur dalam Qanun No 11
tahun 2018. Tiga tahun dari tahun 2018 atau tepatnya di tahun 2021, seluruh
lembaga jasa keuangan harus menganut prinsip syariah. Perbankan konvensioanal
yang memiliki kantor di Aceh harus dikonversi menjadi bank syariah.
Hal ini akan menjadi harapan baru
bagi rakyat Aceh sendiri, untuk menjadi rule model secara nasional dalam pelaksanaan
dan pengimplemntasian Qanun LKS yang ada
di Aceh dalam kaitannya dengan pemanfaatan
bank syariah yang tersebar luas.
Oleh karena itu, saya tertarik
mengikuti acara Ngobrol Tempo yang mengangkat tema Kesiapan Perbankan Terhadap
Qanun Bank Syariah di Aceh, yang diadakan pada tanggal 23 September 2018 di
Gedung Bank Indonesia Aceh.
Acara tersebut dihadari oleh
berbagai narasumber yaitu Zainal Arifin Lubis (Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Aceh), Aulia Fadhli (Ketua OJK Provinsi Aceh), dan Fahmi Subandi (Direktur
Operasional BRI Syariah). Direktor Tempo, Tomi Aryanto menjadi moderator dalam
acara tersebut. Selain itu acara ini mendapatkan sambutan yang baik dari
perwakilan Plt. Gubernur Aceh saat menjelaskan secara detail mengenai sejarah Qanun Lembaga Keuangan
Syariah ini tercipta.
Banyak nilai historis yang ada saat
DPRA dan Gubernur menyusun Qanun ini. Landasan dari Qanun mencakup tiga hal, di
antaranya landasan filosofis, landasan sosial, dan juga landasan yuridis.
Landasan filosofis memiliki nilai
historis yang kuat pada tahun 1959 Aceh disebut sebagai Daerah Keistimewaan. Lalu
setelah itu disahkannya UU no 44 tahun 1999 tentang Aceh sebagai daerah syariat
islam yang ada di indonesia. Hal ini juga membuat aceh memiliki nilai
keistimewaan di dalam bidang penidikan, adat, agama dan juga peran ulama.
Landasan sosial dalam hal ini
adalah karena Aceh merupakan daerah
syariat islam dan segala aktivitas diatur dalam konteks keislaman, sebgaian
besar wagra Aceh menerima dengan baik walaupun dalam pengimplementasiannya
penuh dengan tantangan. Sedangkan landasan yuridisnya yaitu UU no 44 tahun 1999
(Aceh ditetapkan sebagai daerah syariat islam) dan UU No. 18 Tahun 2001 (mengenai otonomi Aceh).
Sedangkan menurut Arifin Lubis,
ada potensi besar untuk Aceh bisa bangkit dengan menerapkan Qanun Lembaga
Keuangan Syariah. Di dalam prinsip ekonomi syariah ada prinsip keadilan namun
tergantung bagaimana pengimplementasiannya. Potensi-potensi sumber daya alam
dan juga sumber daya manusia di Aceh perlu ditingkatkan. Menurut data yang ada,
penerimaan uang di Aceh lebih sedikit dibandingkan pengeluaran ke kota lain. Oleh
karena itu banyak potensi Aceh yang masih bisa terus di gali lagi agar aceh
lebih mandiri lagi. Penerapan Qanun LKS dapat meminimalisi riba dan praktek
keuangan yang tidak adil bahkan kepada orang-orang yang bukan muslim.
Aulia Fadhli selaku ketua
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh menegaskan Aceh merupakan daerah terbesar no 3
di Indonesia untuk perbankan syariah . Peran serta ulama atau teuku juga di
Aceh sangat membantu terlaksananya Qanun LKS ini. Di daerah lain bank syariah terkendala akses, namun jika Qanun
LKS ini telaksana dengan baik maka di Aceh tidaka sulit menemukan Bank Syariah
bahkan untuk daerah-daerah kecil. Dalam kaitannya perihal peminjaman, Aulia
Fadhli juga menegaskan, prinsip syariah itu tidak bisa berjalan jika orang yang
meminjam dan peminjam tidak membagi hasil.
Potensi alam, SDM muda,
pendidikan, budaya dan kepopuleran merupakan potensi-potensi yang ada di Aceh
untuk terus dikembangkan menurut Fahmi Subandi selaku direktur operasional BRI
Syariah. Qanun LKS ini tidak dapat dilakukan oleh perbankan sendiri jika tidak
ada dukungan dari OJK, Bank Indonesia dan Pemda dalam penerapan Qanun Lembaga
Keuangan Syariah.
Sebagai seorang pelaku wirausaha,
saya menjadi mendapatkan pencerahan baru mengenai potensi yang ada di sekitar
saya, di Aceh ini. Membawa semangat baru untuk menemukan dan mengolah potensi
yang sudah ada. Setelah potensi itu terus dikembangkan, selanjutnya mengenai masalah keuangan untuk
tidak ragu dan juga dapat memperoleh
kenyamanan dan keaman dari lembaga keuangan syariah yang diatur dalam Qanun
Lembaga Keuangan Sayriah. Acara yang turut difasilitasi oleh Tempo ini sangat
membantu para pelaku usaha dan masyarakat secara luas mengenai sosialisasi penerapan
Qanun Lembaga Keuangan Syariah. #NgobrolTempo asyik!
No comments:
Post a Comment